in

Bagaimana Jack Dorsey Berharap Elon Musk Bisa Menyelamatkan Twitter

Twitter adalah salah satu platform media sosial terbesar dan terpopuler di dunia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Twitter menghadapi berbagai masalah dan tantangan, mulai dari pertumbuhan pengguna yang melambat, pendapatan yang menurun, hingga kritik dan kontroversi terkait kebijakan dan praktiknya. Twitter juga sering dianggap sebagai tempat berkembangnya misinformasi, ujaran kebencian, dan pelecehan online.

Salah satu orang yang bertanggung jawab atas nasib Twitter adalah Jack Dorsey, salah satu pendiri dan CEO Twitter. Dorsey adalah sosok yang eksentrik dan visioner, yang memiliki berbagai keunikan dan obsesi, seperti meditasi diam, jus garam, dan bitcoin. Dorsey juga dikenal sebagai pengagum berat Elon Musk, pendiri dan CEO Tesla dan SpaceX, yang juga merupakan pengguna Twitter yang sangat aktif dan berpengaruh.

Dorsey melihat Musk sebagai seorang penyelamat yang bisa membawa ide-ide dan solusi baru untuk Twitter. Dia membayangkan keterlibatan Musk sebagai katalis perubahan, berharap bahwa keahliannya di bidang teknologi dan kemampuannya berpikir di luar kotak akan memberikan napas baru bagi platform yang sedang kesulitan. Itulah sebabnya, ketika Musk memutuskan untuk membeli Twitter dan menjadikannya perusahaan swasta, Dorsey mendukung Musk. Dorsey secara terbuka mendukung langkah tersebut dan berjanji untuk menggulirkan saham Twitter-nya ke entitas baru, yang efektif menghemat Musk sekitar $1 miliar.

Namun, apa alasan Dorsey berpikir bahwa Musk bisa memperbaiki Twitter? Apa yang membuat Dorsey begitu mengidolakan Musk? Dan apa dampak dari akuisisi Musk terhadap Twitter dan penggunanya? Buku baru yang ditulis oleh Kurt Wagner, seorang wartawan Bloomberg, berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Buku yang berjudul Battle for the Bird menceritakan kisah bagaimana Dorsey menyelamatkan Twitter pada tahun 2015 dan bagaimana tindakan-tindakan – atau seringkali, kurangnya tindakan – yang menyebabkan Musk mengambil alih dan, pada akhirnya, kematian Twitter.

Buku ini, yang awalnya dimulai sebagai biografi Dorsey sebelum akuisisi Musk memaksa Wagner untuk mengubah rencananya, berfokus pada sosok Twitter yang enigmatik yang gaya manajemennya terkadang bertentangan dengan kepentingan perusahaan. Di dalam Twitter, Wagner menulis, Dorsey dikenal sebagai orang yang "jarang berbicara" dalam rapat dan tidak suka mengambil keputusan. Secara internal, ini menjadi sumber kebingungan karena para eksekutif sering harus menebak apa yang Dorsey pikirkan tentang suatu masalah. "Orang-orang akan terkejut dengan betapa sedikitnya dia mengarahkan [Twitter dan Square], dia benar-benar menasihati mereka dengan cara yang aneh," kata Wagner.

Dinamika ini terlihat dalam produk Twitter. Wagner melaporkan bahwa Dorsey awalnya mendorong tim produk untuk membuat fitur yang akhirnya dikenal sebagai "Fleets", eksperimen Twitter dengan postingan yang menghilang. Tetapi Dorsey "membenci" fitur tersebut dan secara terbuka bersorak ketika perusahaan membunuhnya kurang dari setahun setelah peluncurannya. "Meskipun dia berpikir Fleets adalah keputusan yang buruk, dia tidak pernah turun tangan untuk menghentikan produk atau memindahkan tim ke arah lain," tulis Wagner.

Battle for the Bird juga mengungkapkan berbagai keanehan Dorsey: retret meditasi diam berhari-hari, kecintaannya pada "jus garam" (campuran air, garam laut Himalaya merah muda, dan jus lemon), dan obsesinya yang lebih baru dengan bitcoin. "Dia melewati tahapan-tahapan hidupnya di mana dia berbeda, dia terlihat berbeda, dia bertindak berbeda, prioritasnya berbeda dan saya pikir itu semacam refleksi dari hal-hal yang dia obsesi," kata Wagner.

Jadi, pada tahun 2022, setelah dia mengundurkan diri sebagai CEO, Dorsey mendorong Musk untuk menggunakan posisinya sebagai pemegang saham besar di Twitter untuk mengatasi "dosa asli" Twitter sebagai entitas korporasi yang tergantung pada pengiklan dan kepentingan politik. Dorsey percaya bahwa Musk mencintai Twitter untuk alasan yang sama dengan dia.

Dorsey percaya bahwa Musk mencintai Twitter untuk alasan yang sama dengan dia. Jadi, ketika Musk memutuskan untuk membeli perusahaan dan menjadikannya swasta, dia mendukung Musk. Dorsey secara terbuka mendukung langkah tersebut dan berjanji untuk menggulirkan saham Twitter-nya ke entitas baru, yang efektif menghemat Musk sekitar $1 miliar.

Namun, tidak semua orang senang dengan akuisisi Musk. Banyak pengguna, karyawan, dan pengamat yang khawatir bahwa Musk akan mengubah Twitter menjadi alat pribadinya, yang bisa digunakan untuk mempromosikan bisnis dan agenda-nya, atau bahkan untuk mengeksploitasi data dan informasi pengguna. Beberapa orang juga meragukan bahwa Musk memiliki visi dan strategi yang jelas untuk Twitter, mengingat bahwa dia lebih dikenal sebagai pengusaha yang suka mengambil risiko dan bereksperimen daripada sebagai pemimpin yang konsisten dan bertanggung jawab.

Akhirnya, kekhawatiran-kekhawatiran ini terbukti benar. Pada tahun 2023, Musk mengumumkan bahwa dia akan menutup Twitter secara permanen, dengan alasan bahwa platform tersebut tidak lagi layak secara finansial dan etis. Dia juga mengatakan bahwa dia akan meluncurkan proyek baru yang akan menggantikan Twitter, yang disebut Neuralink, sebuah perusahaan yang bertujuan untuk menghubungkan otak manusia dengan komputer. Musk mengklaim bahwa Neuralink akan menjadi cara yang lebih baik dan lebih aman untuk berkomunikasi dan berbagi informasi, tanpa perlu menggunakan media sosial yang rentan terhadap manipulasi dan penyalahgunaan.

Pengumuman Musk mengejutkan dan mengecewakan jutaan pengguna Twitter di seluruh dunia, yang merasa kehilangan platform yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan mereka. Banyak yang menyesali keputusan Dorsey untuk mendukung Musk, dan menyalahkan dia atas kematian Twitter. Dorsey sendiri mengaku menyesal, dan mengatakan bahwa dia salah menilai Musk dan harapannya untuk Twitter. Dia juga mengaku bahwa dia telah gagal sebagai pemimpin dan pengawas Twitter, dan meminta maaf kepada semua orang yang terpengaruh oleh akuisisi Musk.

Battle for the Bird adalah buku yang menarik dan mendalam, yang memberikan gambaran baru tentang sosok Jack Dorsey dan perannya dalam naik dan turunnya Twitter. Buku ini juga memberikan wawasan tentang kepribadian dan motivasi Elon Musk, dan bagaimana dia berhasil mengambil alih dan menghancurkan salah satu platform media sosial terbesar di dunia. Buku ini adalah bacaan yang wajib bagi siapa saja yang tertarik dengan sejarah dan masa depan Twitter, dan juga bagi siapa saja yang ingin memahami dua tokoh teknologi yang paling berpengaruh dan kontroversial di zaman kita.

What do you think?

Written by Hamzah Arfan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Lima Film Aksi Terbaik Tahun 2024 (Sejauh Ini)

Adobe Express: Aplikasi Mobile yang Menghadirkan Fitur AI Generatif Firefly