in

Avast Didenda karena Jual Data Pengguna ke Perusahaan Lain

Avast, salah satu antivirus terkenal untuk PC, ternyata diam-diam mengumpulkan dan menjual data pengguna ke perusahaan lain selama enam tahun. Hal ini terungkap setelah Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat menyelidiki praktik Avast dan anak perusahaannya, Jumpshot, yang menjual data browsing pengguna ke lebih dari 100 perusahaan antara tahun 2014 dan Januari 2020.

Data yang dijual oleh Avast dan Jumpshot mencakup hal-hal yang seharusnya tidak pernah dijual oleh antivirus, seperti informasi terkait kesehatan dan status medis, keyakinan agama, kecenderungan politik, keuangan, dan lain-lain. FTC juga menemukan bahwa Jumpshot mengumpulkan lebih dari delapan petabyte (8.000 terabyte) data browsing. Data ini kemudian dapat dicocokkan dengan sumber data lain oleh perusahaan-perusahaan iklan seperti Lotame dan Omnicom, sehingga pengguna individu dapat lebih mudah diidentifikasi.

FTC mendenda Avast sebesar $16,5 juta dan melarangnya melakukan hal ini lagi di masa depan. Samuel Levine, direktur Biro Perlindungan Konsumen FTC, mengatakan dalam pengumuman: "Avast berjanji kepada pengguna bahwa produk-produknya akan melindungi privasi data browsing mereka, tetapi memberikan sebaliknya. Taktik pengawasan Avast yang menipu mengorbankan privasi konsumen dan melanggar hukum."

Avast bukanlah satu-satunya antivirus yang melakukan hal ini. Beberapa antivirus lain yang berada di bawah payung yang sama juga terlibat dalam praktik ini. Menurut FTC, Jumpshot mendapatkan "puluhan juta pendapatan kotor" dengan menjual data yang dikumpulkan melalui Avast dan antivirus lainnya. Yang lebih parah, para pengguna tidak pernah diberitahu secara layak tentang hal ini. "Avast tidak hanya gagal memberi tahu konsumen bahwa ia mengumpulkan dan menjual data browsing mereka, perusahaan ini juga mengklaim bahwa produk-produknya akan mengurangi pelacakan di internet," kata FTC. Padahal, antivirus seharusnya melindungi pengguna dari "cookie pelacakan yang menjengkelkan" yang mengumpulkan data tentang aktivitas browsing, serta menjaga privasi pengguna.

Kasus Avast ini menunjukkan bahwa antivirus tidak selalu dapat dipercaya. Pengguna harus berhati-hati dalam memilih antivirus yang sesuai dengan kebutuhan dan keamanan mereka. Selain itu, pengguna juga harus memperhatikan izin dan kebijakan privasi yang diberikan oleh antivirus sebelum menginstalnya. Jangan sampai antivirus malah menjadi ancaman bagi privasi dan data pengguna.

What do you think?

Written by Hamzah Arfan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Odysseus, Wahana Antariksa Swasta AS Pertama yang Mendarat di Bulan

Gmail Tetap Ada, Google Bantah Isu Penutupan Layanan Email